Hai
. . .
Perkenalkan,
namaku Angle umurku 19 tahun, aku baru saja lulus dari SMA dan sekarang
menginjak ke perguruan tinggi. Sekarang adalah hari Minggu pagi, seperti biasa
aku menjalankan rutinitas mingguanku yaitu pergi ke tempat yang tidak asing
lagi bagiku yaitu tempat peribadatan umat Kristen, yap nama tempat itu adalah
gereja. Gereja yang biasa aku gunakan untuk beribadah bertempat di daerah Bogor
Kota, tepatnya dibelakang SMP Negri 1 Kota Bogor.
Aku
berangkat menggunakan mobil yaris pribadiku. Sekitar setengah jam aku pun
sampai ke gereja, hmm lumayan cepat juga karena saat ini Bogor sedang terbebas
dari macet, aku sempat kebingungan karena jarang sekali Bogor terbebas dari
macet apalagi saat melewati daerah PGB, tapi ya sudah lah yang penting aku
sudah sampai dan bisa melakukan ibadah di gereja.
Aku
berdoa dengan tenang dan lama, wajar saja karena aku baru saja melakukan ujian
SBMPTN 2015 di SMP Negri 3 Kota Bogor yang berada di Jl. Rumah Sakit. Didalam
gereja aku berdoa “Tuhan tunjukkanlah kebenaran kepadaku, mudahkanlah segala
urusanku, dan terimalah aku di Universitas pilihanku” Semoga Tuhan
memberkatiku.
Setelah
puas beribadah dan berdoa aku memutuskan untuk pulang dan melanjutkan
aktivitasku dirumah. Cukup lama aku berdoa di dalam gereja sehingga tak disadari
hari sudah mulai siang. Kepalaku mulai pusing dikarenakan kurang istirahat
ditambah lagi mataku yang silau diterna sinar matahari siang yang bersinar
cerah seakan menantang hari.
Aku
melajukan mobil keluar parkiran dan tiba-tiba saja, Ya Tuhan aku menabrak seorang
gadis, aku pun langsung bergegas keluar mobil dan melihat keadaannya, ohh
terima kasih Tuhan untung saja aku menabraknya ketika aku baru keluar parkiran
dan kecepatanku baru sekitar 10 km/jam jadi dia tidak apa-apa. Ketika
membantunya berdiri mataku tertuju pada tangannya yang menggenggam sebuah
penggaris beri berukuran 30 cm. Aku bertanya-tanya didalam hati “untuk apa dia membawa-bawa
penggaris itu ditangannya sementara ia membawa sebuah tas ransel di pundaknya?”
Perbincangan
mulai terjadi dipertemuan kami yang pertama, tentu saja aku langsung meminta
maaf kepadanya dan mengecek keadaannya, tapi ia malah membalasnya dengan
senyuman dan malah berkata :
“Oh
tidak aku yang harusnya minta maaf, itu semua salahku karna kurang
memperhatikan jalan”
Aku
tercegup kagum dibuatnya karena jarang sekali aku menemukan orang yang meminta
maaf saat ditabrak padahal biasanya orang yang ditabrak hanya akan mengeluh
kesal kepada pengemudi yang menabraknya. Aku pun memutuskan untuk
berbincang-bincanag sejenak dengannya.
Setelah
sedikit berbincang-bincang dengannya, aku mengetahui namanya adalah Siti Aisyah
ia seumuran denganku dan baru saja lulus dari salah satu Pondok Pesantren di
daerah Ciomas yaitu Darussalam. Dari penjelasannya dia sedang melakukan aktivitas
pengabdian di Pondok Pesantren Darussalam, karena waktu perbincangan yang
terbatas jadi aku tidak sempat menanyakan maksudnya menggenggam-genggam
penggaris besi padahal ia membawa tas ransel. Yasudahlah fikirku yang penting
ia sehat-sehat saja dan tidak menuntut apapun kepadaku.
Setelah
hampir satu bulan, akhirnya tiba hari yang kutunggu-tunggu, sebuah hari
penentuan, hari yang mendebarkan, yaitu hari untuk melihat hasil pengumuman
SBMPTN 2015. Langsung saja aku menyalakan laptop dan mengunjungi situs
resminya. Jantungku berdebar kencang, keringat dingin mengucur di jidatku,
rasanya tidak ingin membaca hasil pengumuman ini yaa tapi bagaimana lagi tidak
ada pilihan selain membaca hasil pengumuman ini.
Setelah
memasukkan nomor peserta, tanggal lahir dan nama lengkap, aku langsung menekan
tombol enter dan hasil pengumumanku terbuka. Aku membacanya dan ahh tidak
badanku langsung lemas, kepalaku langsung tertunduk, air mata mengalir tanpa
seizinku. Aaahhhhhh..... Tidak...... Bohooongg..... Aku tidak percaya ternyata
aku tidak lulus dalam ujian SBMPTN. Aku sedih, aku marah, aku kesal, aku
depresi. Otakku penat sulit untuk berfikir rasional lagi. Hanya kekosongan yang
ada dalam otakku. Bagaimana tidak, aku belajar hingga larut malam, aku berdoa
lama didalam gereja tapi apa hasilnya? Apa balasan dari perjuanganku? Hanya kalimat
“maaf anda tidak diterima” yang menjadi hasil dari perjuanganku?
Hari
demi hari, menit demi menit, detik demi detik, aku merasakan kebenaran sebuah
pepatah yang mengatakan “terkadang waktu lebih bijaksana”. Fikiranku mulai
tenang walau memerlukan waktu yang panjang. Aku memutuskan untuk pergi ke
tempat peribadatanku di gereja. Aku ingin meminta petunjuk atas apa yang aku
alami.
Selesai
berdoa dan menenangkan diri, aku langsung pergi untuk makan doclang ditempat langgananku
yang bertempat didepan toko terang. Saat sedang makan mataku tertuju kepada
seorang perempuan berjiblab yang sedang memesan doclang ditempat yang sama
denganku. Aku berfikir “sepertinya aku mengenali wajah itu” saat aku melihat ke
tangannya yang sedang menggenggam penggaris, oh yaaa dia adalah Siti Aisyah
yang pernah kutabrak dulu. Tanpa berfikir panjang aku pun langsung memanggilnya
dan menyapanya dengan hangat.
Kami
kembali berbincang untuk yang kedua kalinya, walau kami baru berbincang sekali
tapi perbincangan yang kedua ini seakan kami adalah sahabat lama yang baru
bertemu kembali, sosoknya yang anggun dibalut jilbab berwarna pink dan
perawakannya yang santai dan sopan membuatku semakin tertarik dengan
karekternya. Aku mengisahkan kepadanya pengalaman ujian SBMPTN yang aku alami,
bagaimana kekesalan dan kesedihanku yang mendalam. Ia pun turut bersedih akan
apa yang aku alami. Setelah selesai bercerita aku memberanikan diri untuk
bertanya kepadanya :
“Maaf
Aisyah, kalau boleh tau kenapa ya kamu selalu menggenggam penggaris itu
kemana-mana? padahalkan kamu membawa tas ransel, kenapa tidak ditaruh didalam
tasmu saja?” tanyaku
Aisyah
menarik nafas dalam dan membuangnya, lalu ia menjawab :
“Hahaha
Angle, mungkin bagi orang asing, ini merupakan sesuatu yang aneh tapi benar
pasti aku memiliki alasan atas perbuatanku ini. Setiap aku merasa kecewa akan
sesuatu apapun aku pasti akan mengukur dengan penggaris ini seberapa besarkah
sesuatu yang membuat aku kecewa, seperti halnya kekecewaanmu terhadap ujian
SBMPTN jika aku yang mengalami hal seperti itu pasti aku akan mengukur seberapa
besar kertas yang membuat aku kecewa, kemudian aku langsung membandingkannya
dengan ukuran matahari, bulan, bumi, udara, makanan yang telah aku makan, jumlah
uang yang sudah aku terima, dll. Semua nikmat yang telah Allah berikan
kepadaku, dan aku bertanya kedalam hati Apakah pantas aku kufur atas segala
nikmat yang telah Allah berikan kepadaku yang tidak dapat aku ukur dengan
kekecewaan yang terjadi kepadaku hanya karena ujian di selembar kertas yang
berukuran hanya 33 cm x 21 cm? Dan aku akan selalu mengulang ayat al-Quran
didalam surat ar-Rahman yang diulang berkali-kali dengan bunyi :
ßÄdr'Î6sù ÏäIw#uä $yJä3În/u Èb$t/Éjs3è?
Karna aku
tau Angle, Allah pasti akan memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang
kita inginkan”
Aku
tersentak dengan jawaban Aisyah tadi, hatiku bergetar saat mendengar suaranya
dengan merdu membacakan ayat dalam surat ar-Rahman tadi. Belum pernah kurasakan
hati yang setentram ini sebelumnya. Aku salah aku berdosa karena luput akan
nikmat yang kuterima hanya dengan selembar kertas ujian. Air mataku mengalir
deras, dengan lapang dada aku berkata kepada Aisyah :
“Aisyah
tolong tuntun aku menuju agamamu, tolong bantu untuk mengenal Allah secara
dalam, terangkanlah kembali hatiku yang sudah mengeras ini” ucapku dengan
lirih.
Aisyah
hanya tersenyum gembira dan menuntunku mengucap dua kalimat syahadat. Aku
sekarang seorang muslimah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar