Rabu, 26 Agustus 2015

Islamku Melalui Sebuah Penggaris Besi - Hidayah


Hai . . .

Perkenalkan, namaku Angle umurku 19 tahun, aku baru saja lulus dari SMA dan sekarang menginjak ke perguruan tinggi. Sekarang adalah hari Minggu pagi, seperti biasa aku menjalankan rutinitas mingguanku yaitu pergi ke tempat yang tidak asing lagi bagiku yaitu tempat peribadatan umat Kristen, yap nama tempat itu adalah gereja. Gereja yang biasa aku gunakan untuk beribadah bertempat di daerah Bogor Kota, tepatnya dibelakang SMP Negri 1 Kota Bogor.

Aku berangkat menggunakan mobil yaris pribadiku. Sekitar setengah jam aku pun sampai ke gereja, hmm lumayan cepat juga karena saat ini Bogor sedang terbebas dari macet, aku sempat kebingungan karena jarang sekali Bogor terbebas dari macet apalagi saat melewati daerah PGB, tapi ya sudah lah yang penting aku sudah sampai dan bisa melakukan ibadah di gereja.

Aku berdoa dengan tenang dan lama, wajar saja karena aku baru saja melakukan ujian SBMPTN 2015 di SMP Negri 3 Kota Bogor yang berada di Jl. Rumah Sakit. Didalam gereja aku berdoa “Tuhan tunjukkanlah kebenaran kepadaku, mudahkanlah segala urusanku, dan terimalah aku di Universitas pilihanku” Semoga Tuhan memberkatiku.

Setelah puas beribadah dan berdoa aku memutuskan untuk pulang dan melanjutkan aktivitasku dirumah. Cukup lama aku berdoa di dalam gereja sehingga tak disadari hari sudah mulai siang. Kepalaku mulai pusing dikarenakan kurang istirahat ditambah lagi mataku yang silau diterna sinar matahari siang yang bersinar cerah seakan menantang hari.

Aku melajukan mobil keluar parkiran dan tiba-tiba saja, Ya Tuhan aku menabrak seorang gadis, aku pun langsung bergegas keluar mobil dan melihat keadaannya, ohh terima kasih Tuhan untung saja aku menabraknya ketika aku baru keluar parkiran dan kecepatanku baru sekitar 10 km/jam jadi dia tidak apa-apa. Ketika membantunya berdiri mataku tertuju pada tangannya yang menggenggam sebuah penggaris beri berukuran 30 cm. Aku bertanya-tanya didalam hati “untuk apa dia membawa-bawa penggaris itu ditangannya sementara ia membawa sebuah tas ransel di pundaknya?”

Perbincangan mulai terjadi dipertemuan kami yang pertama, tentu saja aku langsung meminta maaf kepadanya dan mengecek keadaannya, tapi ia malah membalasnya dengan senyuman dan malah berkata :

“Oh tidak aku yang harusnya minta maaf, itu semua salahku karna kurang memperhatikan jalan”

Aku tercegup kagum dibuatnya karena jarang sekali aku menemukan orang yang meminta maaf saat ditabrak padahal biasanya orang yang ditabrak hanya akan mengeluh kesal kepada pengemudi yang menabraknya. Aku pun memutuskan untuk berbincang-bincanag sejenak dengannya.

Setelah sedikit berbincang-bincang dengannya, aku mengetahui namanya adalah Siti Aisyah ia seumuran denganku dan baru saja lulus dari salah satu Pondok Pesantren di daerah Ciomas yaitu Darussalam. Dari penjelasannya dia sedang melakukan aktivitas pengabdian di Pondok Pesantren Darussalam, karena waktu perbincangan yang terbatas jadi aku tidak sempat menanyakan maksudnya menggenggam-genggam penggaris besi padahal ia membawa tas ransel. Yasudahlah fikirku yang penting ia sehat-sehat saja dan tidak menuntut apapun kepadaku.

Setelah hampir satu bulan, akhirnya tiba hari yang kutunggu-tunggu, sebuah hari penentuan, hari yang mendebarkan, yaitu hari untuk melihat hasil pengumuman SBMPTN 2015. Langsung saja aku menyalakan laptop dan mengunjungi situs resminya. Jantungku berdebar kencang, keringat dingin mengucur di jidatku, rasanya tidak ingin membaca hasil pengumuman ini yaa tapi bagaimana lagi tidak ada pilihan selain membaca hasil pengumuman ini.

Setelah memasukkan nomor peserta, tanggal lahir dan nama lengkap, aku langsung menekan tombol enter dan hasil pengumumanku terbuka. Aku membacanya dan ahh tidak badanku langsung lemas, kepalaku langsung tertunduk, air mata mengalir tanpa seizinku. Aaahhhhhh..... Tidak...... Bohooongg..... Aku tidak percaya ternyata aku tidak lulus dalam ujian SBMPTN. Aku sedih, aku marah, aku kesal, aku depresi. Otakku penat sulit untuk berfikir rasional lagi. Hanya kekosongan yang ada dalam otakku. Bagaimana tidak, aku belajar hingga larut malam, aku berdoa lama didalam gereja tapi apa hasilnya? Apa balasan dari perjuanganku? Hanya kalimat “maaf anda tidak diterima” yang menjadi hasil dari perjuanganku?

Hari demi hari, menit demi menit, detik demi detik, aku merasakan kebenaran sebuah pepatah yang mengatakan “terkadang waktu lebih bijaksana”. Fikiranku mulai tenang walau memerlukan waktu yang panjang. Aku memutuskan untuk pergi ke tempat peribadatanku di gereja. Aku ingin meminta petunjuk atas apa yang aku alami.

Selesai berdoa dan menenangkan diri, aku langsung pergi untuk makan doclang ditempat langgananku yang bertempat didepan toko terang. Saat sedang makan mataku tertuju kepada seorang perempuan berjiblab yang sedang memesan doclang ditempat yang sama denganku. Aku berfikir “sepertinya aku mengenali wajah itu” saat aku melihat ke tangannya yang sedang menggenggam penggaris, oh yaaa dia adalah Siti Aisyah yang pernah kutabrak dulu. Tanpa berfikir panjang aku pun langsung memanggilnya dan menyapanya dengan hangat.

Kami kembali berbincang untuk yang kedua kalinya, walau kami baru berbincang sekali tapi perbincangan yang kedua ini seakan kami adalah sahabat lama yang baru bertemu kembali, sosoknya yang anggun dibalut jilbab berwarna pink dan perawakannya yang santai dan sopan membuatku semakin tertarik dengan karekternya. Aku mengisahkan kepadanya pengalaman ujian SBMPTN yang aku alami, bagaimana kekesalan dan kesedihanku yang mendalam. Ia pun turut bersedih akan apa yang aku alami. Setelah selesai bercerita aku memberanikan diri untuk bertanya kepadanya :

“Maaf Aisyah, kalau boleh tau kenapa ya kamu selalu menggenggam penggaris itu kemana-mana? padahalkan kamu membawa tas ransel, kenapa tidak ditaruh didalam tasmu saja?” tanyaku

Aisyah menarik nafas dalam dan membuangnya, lalu ia menjawab :

“Hahaha Angle, mungkin bagi orang asing, ini merupakan sesuatu yang aneh tapi benar pasti aku memiliki alasan atas perbuatanku ini. Setiap aku merasa kecewa akan sesuatu apapun aku pasti akan mengukur dengan penggaris ini seberapa besarkah sesuatu yang membuat aku kecewa, seperti halnya kekecewaanmu terhadap ujian SBMPTN jika aku yang mengalami hal seperti itu pasti aku akan mengukur seberapa besar kertas yang membuat aku kecewa, kemudian aku langsung membandingkannya dengan ukuran matahari, bulan, bumi, udara, makanan yang telah aku makan, jumlah uang yang sudah aku terima, dll. Semua nikmat yang telah Allah berikan kepadaku, dan aku bertanya kedalam hati Apakah pantas aku kufur atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepadaku yang tidak dapat aku ukur dengan kekecewaan yang terjadi kepadaku hanya karena ujian di selembar kertas yang berukuran hanya 33 cm x 21 cm? Dan aku akan selalu mengulang ayat al-Quran didalam surat ar-Rahman yang diulang berkali-kali dengan bunyi :

ßÄdr'Î6sù ÏäIw#uä $yJä3În/u Èb$t/Éjs3è?

Karna aku tau Angle, Allah pasti akan memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan”
Aku tersentak dengan jawaban Aisyah tadi, hatiku bergetar saat mendengar suaranya dengan merdu membacakan ayat dalam surat ar-Rahman tadi. Belum pernah kurasakan hati yang setentram ini sebelumnya. Aku salah aku berdosa karena luput akan nikmat yang kuterima hanya dengan selembar kertas ujian. Air mataku mengalir deras, dengan lapang dada aku berkata kepada Aisyah :

“Aisyah tolong tuntun aku menuju agamamu, tolong bantu untuk mengenal Allah secara dalam, terangkanlah kembali hatiku yang sudah mengeras ini” ucapku dengan lirih.


Aisyah hanya tersenyum gembira dan menuntunku mengucap dua kalimat syahadat. Aku sekarang seorang muslimah.        

Tidak ada komentar: